Islam adalah agama yang sangat ilmiah. Setiap amalan, keyakinan, atau ajaran yang disandarkan kepada Islam harus memiliki dasar dari Al Qur’an dan Al Hadits yang benar benar otentik. Dengan cara ini, Islam tidak memberi celah kepada orang orang yang beritikad buruk untuk menyusupkan pemikiran pemikiran atau ajaran ajaran lain ke dalam agama Islam.
Disebabkan pentingnya hal ini, tidak heran apabila Abdullah bin Mubarak rahimahullah mengucapkan perkataan yang sangat terkenal :
الإسناد من
الدين، ولولا الإسناد؛ لقال من شاء ما شاء
“ Sanad adalah
bagian dari agama. Jika tidak ada sanad, maka orang akan berkata semaunya. ” ( Lihat
dalam Muqaddimah Shahih Muslim, Juz I, halaman 12 )
Dengan adanya
sanad, suatu perkataan tentang agama Islam dapat ditelusuri asalmuasalnya.
Oleh karena itu, penting sekali bagi umat muslim untuk memilah hadits hadits, antara yang shahih dan yang dhaif, agar diketahui amalan mana yang seharusnya diamalkan karena memang diajarkan oleh Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam, serta amalan mana yang tidak perlu dihiraukan karena tidak pernah diajarkan oleh beliau.
Oleh karena itu, penting sekali bagi umat muslim untuk memilah hadits hadits, antara yang shahih dan yang dhaif, agar diketahui amalan mana yang seharusnya diamalkan karena memang diajarkan oleh Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam, serta amalan mana yang tidak perlu dihiraukan karena tidak pernah diajarkan oleh beliau.
* Hadits 1
صوموا تصحوا
“ Berpuasalah,
maka kalian akan sehat. ”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi sebagaimana dikatakan oleh
Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya ( 3 / 108 ), oleh Ath Thabrani di Al
Ausath ( 2 / 225 ), dan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa ( 3 / 227 ).
Hadits ini
dhaif ( lemah ), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul
Ihya ( 3 / 108 ), juga Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah ( 253 ).
Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan, hadits ini maudhu ( palsu )
dalam Maudhu’at Ash Shaghani ( 51 ).
Keterangan :
Jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa dapat
menyehatkan tubuh kita, berarti makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap
tidak boleh dianggap sebagai sabda Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam.
* Hadits 2
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“ Tidurnya
seseorang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya pasti
dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya. ”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman ( 3 / 1437 ). Hadits ini dhaif,
sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya ( 1 / 310 ).
Syaikh Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah ( 4696
).
Terdapat juga
riwayat lain :
الصائم في عبادة
و إن كان راقدا على فراشه
“ Seseorang
yang berpuasa itu senantiasa berada dalam ibadah meski sedang tidur di atas
ranjangnya. ”
Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam ( 18 / 172 ). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah ( 653 ).
Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam ( 18 / 172 ). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah ( 653 ).
Yang benar,
tidur adalah perkara mubah ( boleh ) dan bukan ritual ibadah. Maka sebagaimana
perkara mubah lainnya, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai
sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda
untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar
kuat dalam beribadah.
Sebaliknya,
tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur
karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya tentu tidak
bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka hendaknya
seseorang menjadikan bulan Ramadhan sebagai kesempatan bagus untuk memperbanyak
amal kebaikan, bukan bermalas malasan.
* Hadits 3
* Hadits 3
يا أيها الناس
قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة ، و قيام
ليله تطوعا ، و من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه ، و من
أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ، و هو شهر الصبر و الصبر ثوابه
الجنة ، و شهر المواساة ، و شهر يزاد فيه رزق المؤمن ، و من فطر فيه صائما كان
مغفرة لذنوبه ، و عتق رقبته من النار ، و كان له مثل أجره من غير أن ينتقص من أجره
شيء قالوا : يا رسول الله ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم ، قال : يعطي الله هذا
الثواب من فطر صائما على مذقة لبن ، أو تمرة ، أو شربة من ماء ، و من أشبع صائما
سقاه الله من الحوض شربة لايظمأ حتى يدخل الجنة ، و هو شهر أوله رحمة و وسطه مغفرة
و آخره عتق من النار ،
“ Wahai umat manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ ( sunnah ). Barang siapa di bulan itu mendekatkan diri ( kepada Allah ) dengan satu kebaikan, ia seolah olah mengerjakan satu ibadah wajib di bulan yang lain. Barang siapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia ( juga ) bulan tolong menolong. Di dalamnya rejeki seorang mukmin ditambah. Barang siapa di bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seseorang yang berpuasa, maka dosa dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun ”. Kemudian para sahabat berkata, “ Wahai Rasullullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang orang yang berpuasa. ”. Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam menjawab, “ Allah memberikan pahala tersebut kepada seseorang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau seteguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah ( pengampunan ) dan akhirnya pembebasan dari api neraka. ”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah ( 1887 ), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah ( 293 ), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa ( 6 / 512 ), dan Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib ( 2 / 115 )
“ Wahai umat manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ ( sunnah ). Barang siapa di bulan itu mendekatkan diri ( kepada Allah ) dengan satu kebaikan, ia seolah olah mengerjakan satu ibadah wajib di bulan yang lain. Barang siapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia ( juga ) bulan tolong menolong. Di dalamnya rejeki seorang mukmin ditambah. Barang siapa di bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seseorang yang berpuasa, maka dosa dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun ”. Kemudian para sahabat berkata, “ Wahai Rasullullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang orang yang berpuasa. ”. Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam menjawab, “ Allah memberikan pahala tersebut kepada seseorang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau seteguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah ( pengampunan ) dan akhirnya pembebasan dari api neraka. ”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah ( 1887 ), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah ( 293 ), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa ( 6 / 512 ), dan Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib ( 2 / 115 )
Hadits ini
didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At Targhib Wat
Tarhib ( 2 / 115 ), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu
Shaumin Nabiy ( 110 ), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (
2 / 50 ) juga Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah ( 871 ) bahwa hadits
ini munkar.
Yang benar, di
seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya terdapat
pengampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang mukmin untuk
terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Salah satu dalil yang
menunjukkan hal ini adalah :
من صام رمضان إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه
من صام رمضان إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه
“ Seseorang
yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan
diampuni dosa dosanya yang telah lalu. ” ( HR Bukhari no.38, Muslim no.760 )
Dalam hadits ini, disebutkan bahwa pengampunan Allah tidak dibatasi hanya dalam pertengahan Ramadhan saja. Lebih jelas lagi dalam hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Rasullullah bersabda :
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
“ Di awal malam bulan Ramadhan, setan setan dan jin jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru : " Wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu ". Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hambaNya. Dan itu terjadi setiap malam. ” ( HR Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi )
Dalam hadits ini, disebutkan bahwa pengampunan Allah tidak dibatasi hanya dalam pertengahan Ramadhan saja. Lebih jelas lagi dalam hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Rasullullah bersabda :
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
“ Di awal malam bulan Ramadhan, setan setan dan jin jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru : " Wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu ". Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hambaNya. Dan itu terjadi setiap malam. ” ( HR Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi )
Adapun mengenai
apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di
bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib
diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib di luar bulan Ramadhan,
keyakinan ini tidak benar berdasarkan hadits lemah ini. Walaupun keyakinan ini
tidak benar, sesungguhnya Allah melipatgandakan pahala amalan kebaikan,
terutama ibadah puasa di bulan Ramadhan.
* Hadits 4
* Hadits 4
كان رسول الله
صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك
أنت السميع العليم
“ Biasanya Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam ketika berbuka membaca doa : Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim. ”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan nya ( 2358 ), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab ( 4 / 1616 ), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih ( 289 / 1 ), dan Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir ( 5 / 710 )
“ Biasanya Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam ketika berbuka membaca doa : Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim. ”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan nya ( 2358 ), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab ( 4 / 1616 ), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih ( 289 / 1 ), dan Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir ( 5 / 710 )
Ibnu Hajar Al
Asqalani berkata dalam Al Futuhat Ar Rabbaniyyah ( 4 / 341 ) : “ Hadits ini
gharib, dan sanadnya lemah sekali ”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy
Syaukani dalam Nailul Authar ( 4 / 301 ), juga oleh Syaikh Al Albani dalam
Dhaif Al Jami’ ( 4350 ). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar
antara hadits lemah dan munkar.
Sedangkan doa
berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz :
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
“ Ya Allah,
untukMu aku berpuasa, kepadaMu aku beriman, atas rezekiMu aku berbuka, aku
memohon RahmatMu wahai Dzat yang Maha Penyayang. ”
Hadits ini
tidak terdapat dalam kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah
hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab
Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih : “ Adapun doa yang tersebar di
masyarakat dengan tambahan " wabika aamantu " sama sekali tidak ada
asalnya, walau secara makna memang benar. ”
Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam terdapat dalam hadits :
Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam terdapat dalam hadits :
كان رسول الله
صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
“ Biasanya Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam ketika berbuka puasa membaca doa :
ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
“ Biasanya Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam ketika berbuka puasa membaca doa :
ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
Dzahabaz
zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru Insyaa Allah
( Rasa haus
telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah )
”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud ( 2357 ), Ad Daruquthni ( 2 / 401 ), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah ( 2 / 232 ) juga oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud ( 2357 ), Ad Daruquthni ( 2 / 401 ), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah ( 2 / 232 ) juga oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud.
* Hadits 5
من أفطر يوما من
رمضان من غير رخصة لم يقضه وإن صام الدهر كله
“ Seseorang
yang sengaja tidak berpuasa di suatu hari dalam bulan Ramadhan, padahal ia
bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat mengganti puasanya
meski berpuasa terus menerus. ”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir ( 116 ), oleh Abu Daud di Sunannya ( 2396 ), oleh Tirmidzi di Sunan nya ( 723 ), Imam Ahmad di Al Mughni ( 4 / 367 ), Ad Daruquthni di Sunan nya ( 2 / 441, 2 / 413 ), dan Al Baihaqi di Sunan nya ( 4 / 228 ).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir ( 116 ), oleh Abu Daud di Sunannya ( 2396 ), oleh Tirmidzi di Sunan nya ( 723 ), Imam Ahmad di Al Mughni ( 4 / 367 ), Ad Daruquthni di Sunan nya ( 2 / 441, 2 / 413 ), dan Al Baihaqi di Sunan nya ( 4 / 228 ).
Hadits ini didhaifkan
oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla ( 6 / 183 ), Al Baihaqi,
Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid ( 7 / 173 ), juga oleh Syaikh Al Albani dalam
Dhaif At Tirmidzi ( 723 ), Dhaif Abi Daud ( 2396 ), Dhaif Al Jami’ ( 5462 ) dan
Silsilah Adh Dha’ifah ( 4557 ). Namun, memang sebagian ulama ada yang
menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi dalam Al Ilal ( 2 / 17 ),
juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Hidayatur Ruwah
( 2 / 329 ) dan Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid ( 3 / 171 ). Oleh karena
itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada tidaknya qadha bagi orang orang yang
sengaja tidak berpuasa.
Yang benar -
wal ‘ilmu ‘indallah - adalah penjelasan Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta (
Komisi Fatwa kerajaan Saudi Arabia ), yang menyatakan bahwa “ seseorang yang
sengaja tidak berpuasa tanpa udzur syar’i, maka ia harus bertaubat kepada Allah
dan mengganti puasa yang telah ditinggalkannya. ” ( Periksa : Fatawa Lajnah
Daimah no. 16480, 9 / 191 )
* Hadits 6
لا تقولوا رمضان
فإن رمضان اسم من أسماء الله تعالى ولكن قولوا شهر رمضان
“ Jangan
menyebut dengan " Ramadhan ", karena ia adalah salah satu nama Allah,
namun sebutlah dengan " bulan Ramadhan " ”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan nya ( 4 / 201 ), Adz Dzaahabi dalam
Mizanul I’tidal ( 4 / 247 ), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa ( 8 / 313 ),
dan Ibnu Katsir dalam Tafsir nya ( 1 / 310 ).
Ibnul Qayyim Al
Jauziyyah dalam Al Maudhuat ( 2 / 545 ) mengatakan hadits ini palsu. Namun,
yang benar adalah sebagaimana yang dikatakan oleh As Suyuthi dalam An Nukat
‘alal Maudhuat ( 41 ) bahwa “ hadits ini dhaif, bukan palsu ”. Hadits ini juga
didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa ( 8 / 313 ), An Nawawi
dalam Al Adzkar ( 475 ), oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ( 4 /
135 ) dan Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah ( 6768 ).
Yang benar adalah boleh mengatakan " Ramadhan " saja, sebagaimana pendapat jumhur ulama karena banyak hadits yang menyebutkan " Ramadhan " tanpa " Syahru ( bulan ) ".
Yang benar adalah boleh mengatakan " Ramadhan " saja, sebagaimana pendapat jumhur ulama karena banyak hadits yang menyebutkan " Ramadhan " tanpa " Syahru ( bulan ) ".
* Hadits 7
أن شهر رمضان
متعلق بين السماء والأرض لا يرفع إلا بزكاة الفطر
“ Bulan suci
Ramadhan tergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat
mengangkatnya kecuali zakat fithri. ”
Hadits ini
disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib ( 2 / 157 ). Syaikh Al
Albani mendhaifkan hadits ini dalam Dhaif At Targhib ( 664 ), dan Silsilah
Ahadits Dhaifah ( 43 ).
Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang orang yang meyakini bahwa puasa Ramadhan tidak diterima jika belum membayar zakat fithri, keyakinan ini salah, karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukan syarat sah puasa Ramadhan, namun jika seseorang meninggalkannya maka ia mendapat dosa tersendiri.
Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang orang yang meyakini bahwa puasa Ramadhan tidak diterima jika belum membayar zakat fithri, keyakinan ini salah, karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukan syarat sah puasa Ramadhan, namun jika seseorang meninggalkannya maka ia mendapat dosa tersendiri.
* Hadits 8
رجب شهر الله ،
وشعبان شهري ، ورمضان شهر أمتي
“ Rajab adalah
bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku. ”
Hadits ini diriwayatkan oleh Adz Dzahabi dalam Tartibul Maudhu’at ( 162 dan 183 ), dan Ibnu Asakir di Mu’jam Asy Syuyukh ( 1 / 186 ).
Hadits ini diriwayatkan oleh Adz Dzahabi dalam Tartibul Maudhu’at ( 162 dan 183 ), dan Ibnu Asakir di Mu’jam Asy Syuyukh ( 1 / 186 ).
Hadits ini
didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar ( 4 / 334 ), dan Syaikh Al
Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah ( 4400 ). Bahkan hadits ini dikatakan hadits
palsu oleh banyak ulama seperti Adz Dzahabi dalam Tartibul Maudhu’at ( 162 dan
183 ), Ash Shaghani dalam Al Maudhu’at ( 72 ), Ibnul Qayyim Al Jauziyyah dalam
Al Manaarul Munif ( 76 ), dan Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Tabyinul Ujab ( 20
).
* Hadits 9
من فطر صائما
على طعام وشراب من حلال صلت عليه الملائكة في ساعات شهر رمضان وصلى عليه جبرائيل
ليلة القدر
“ Barang siapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar. ”
“ Barang siapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar. ”
Hadist ini
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin ( 1 / 300 ), Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman ( 3 / 1441 ), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Adh Dhuafa ( 3 / 318 ),
dan Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib ( 1 / 152 )
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyyah dalam Al Maudhuat ( 2 / 555 ), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah ( 495 ), dan Syaikh Al Albani dalam Dhaif At Targhib ( 654 )
Yang benar,
seseorang yang memberikan hidangan berbuka puasa akan mendapat pahala puasa
orang yang diberi hidangan tadi, berdasarkan hadits :
من فطر صائما
كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا
“ Siapa saja
yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan
mendapat pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya. ” ( HR At
Tirmidzi no 807, ia berkata : “ Hasan shahih ” )
* Hadits 10
رجعنا من الجهاد
الأصغر إلى الجهاد الأكبر . قالوا : وما الجهاد الأكبر ؟ قال : جهاد القلب
“ Kita telah
kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar ”. Para sahabat bertanya,
“ Apakah jihad yang besar itu ? ”. Beliau menjawab, “ Jihad nya hati melawan
hawa nafsu. ”
Menurut Al
Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya ( 2 / 6 ), hadits ini diriwayatkan oleh Al
Baihaqi dalam Az Zuhd. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Takhrijul Kasyaf ( 4 / 114
) juga mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh An Nasa’i dalam Al Kuna.
Hadits ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa ( 11 / 197 ), juga oleh Al Mulla Ali Al Qari dalam Al Asrar Al Marfu’ah ( 211 ). Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah ( 2460 ) mengatakan hadits ini munkar.
Hadits ini
sering dibawakan para khatib dan dikaitkan dengan Ramadhan, yaitu untuk
mengatakan bahwa jihad melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan lebih utama dari
jihad berperang di jalan Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “ Hadits
ini tidak ada asalnya. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang beranggapan
seperti ini, baik dari perkataan maupun perbuatan Rasullullah. Selain itu,
jihad melawan orang kafir adalah amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang
tidak wajib pun merupakan amalan sunnah yang paling dianjurkan. ” ( Majmu’
Fatawa, 11 / 197 ). Artinya, makna dari hadits palsu ini pun tidak benar karena
jihad berperang di jalan Allah adalah amalan yang paling mulia. Selain itu,
orang orang yang terjun berperang di jalan Allah tentunya sudah berhasil
mengalahkan hawa nafsunya untuk meninggalkan kehidupan dunia dan orang orang
yang ia sayangi.
* Hadits 11
قال وائلة :
لقيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عيد فقلت : تقبل الله منا ومنك ، قال : نعم
تقبل الله منا ومنك
“ Wa’ilah berkata, “Aku bertemu dengan Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam di hari Ied, lalu aku berkata : Taqabbalallahu minna wa minka ”. Beliau menjawab, “ Ya, taqabbalallahu minna wa minka. ”
“ Wa’ilah berkata, “Aku bertemu dengan Rasullullah Shallallahu’AlaihiWasallam di hari Ied, lalu aku berkata : Taqabbalallahu minna wa minka ”. Beliau menjawab, “ Ya, taqabbalallahu minna wa minka. ”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin ( 2 / 319 ), Al Baihaqi dalam
Sunan nya ( 3 / 319 ), dan Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab ( 3 / 1246 )
Hadits ini
didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa ( 7 / 524 ), oleh Ibnu
Qaisirani dalam Dzakiratul Huffadz ( 4 / 1950 ), dan oleh Syaikh Al Albani
dalam Silsilah Adh Dhaifah ( 5666 ).
Yang benar,
ucapan " Taqabbalallahu Minna Wa Minka " diucapkan sebagian sahabat
berdasarkan sebuah riwayat :
كان أصحاب رسول
الله صلى الله عليه وسلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض : تقبل الله منا
ومنك
Artinya :
Artinya :
“ Para sahabat
Rasullullah Shallallahu ‘AlaihiWasallam biasanya ketika saling berjumpa di hari
Ied mereka mengucapkan : Taqabbalallahu Minna Wa Minka ( Semoga Allah menerima
amal ibadahku dan amal ibadahmu ) ”
Atsar ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Mughni ( 3 / 294 ), dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah ( 354 ). Oleh karena itu, boleh
mengamalkan ucapan ini, asalkan tidak diyakini sebagai hadits Rasullullah
Shallallahu’AlaihiWasallam.
* Hadits 12
خمس تفطر الصائم
، وتنقض الوضوء : الكذب ، والغيبة ، والنميمة ، والنظر بالشهوة ، واليمين الفاجرة
“ Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu : berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu. ”
“ Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu : berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu. ”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Al Jauraqani di Al Abathil ( 1 / 351 ), dan oleh Ibnul Qayyim
Al Jauziyyah di Al Maudhu’at ( 1131 )
Hadits ini
adalah hadits palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayyim Al Jauziyyah dalam Al
Maudhu’at ( 1131 ), dan Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah ( 1708 )
Yang benar,
lima hal tersebut bukan pembatal puasa, namun pembatal pahala puasa.
Sebagaimana hadits :
من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل ، فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه
“ Orang orang
yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta mengganggu
orang lain, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya. ” ( HR Bukhari, no.6057 )
Semoga Allah memberi kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Islam yang shahih. Mudah mudahan Allah melimpahkan rahmat dan pengampunannya kepada kita di bulan yang sangat mulia ini. Semoga amal ibadah kita di bulan suci ini berbuah pahala di sisi Allah SubhanahuWaTa'aala.
Wallahu ta'ala a'lam bishshawab.
Semoga Allah memberi kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Islam yang shahih. Mudah mudahan Allah melimpahkan rahmat dan pengampunannya kepada kita di bulan yang sangat mulia ini. Semoga amal ibadah kita di bulan suci ini berbuah pahala di sisi Allah SubhanahuWaTa'aala.
Wallahu ta'ala a'lam bishshawab.
0 komentar:
Post a Comment
ahlan wa sahlan ya akhi ukhti.........silakan kirimkan komentar antum semua disini